SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU DAKWAH


SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU DAKWAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Ilmu Dakwah”
Dosen Pengampu : Ach. Shodiqil Hafil M.Fil.I.



                                                                    Disusun Oleh :
                             Evi Nur Fadillah                                                    (933500619)
Zulfi Setyawan A. S                                               (933502019)
Qori’ Lestari                                                           (933502419)
M. Firman Maulana Chabib                                   (933502619)

Kelas KPI D


PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2020



KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Sejarah Perkembangan Ilmu Dakwah.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah kami ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang sejarah ilmu dakwah ini dapat memberikan manfaat maupun menambah wawasan pengetahuan terhadap pembaca.

Kediri, 9 Maret 2020 M


Penyusun





DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................      i
KATA PENGANTAR……………………………………………………..         ii 
DAFTAR ISI ………………………………………………………………          iii
BAB I : PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A.    Latar Belakang ............................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
C.     Tujuan Penulisan ......................................................................................... 1
BAB II: PEMBAHASAN .................................................................................... 2
A.    Ilmu Balaghah: Embrio Ilmu Dakwah ........................................................ 2
B.     Wacana Dinamika Dakwah......................................................................... 3
C.     Perkembangan Dakwah Sebagai Ilmu……………………………… . ...... 4
BAB III : PENUTUP……………………………………………………….        7
Kesimpulan ..........................................................................................        7
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 8





                                            










BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam merupakan agama yang berisi petunjuk – petunjuk yang ditujukan kepada manusia agar mereka secara pribadinya dapat memiliki sikap, adab, dan perilaku yang baik dalam rangka menjadikan manusia memilki hidup yang berkualitas dan bahagia dunia akhirat.  Agar mencapai yang demikian, islam sebagai rahmatal lil alamin mengharuskan setiap individunya untuk dapat  menyebarkan ajaran islam, baik melalui perkataan dan perbuatanya.
Menyebarkan atau manyampaikann ajaran islam tersebutlah dalam artian sederhana merupakan pengertian dari dakwah. Dakwah inilah yang akan mengajak manusia untuk selalu menegakkan  amr ma’ruf dan nahi mungkar, dan bertujuan  membentuk individu atau masyarakat yang taat dan mengamalkan sepenuhnya ajaran islam secara kaffah.
Agar dakwah dapat berjalan dengan baik, progresif dan berkualitas. Umat islam dalam penerapan dakwah ini haruslah memiliki ilmu pengetahuan tentang proses, metode, manajemen dan segala hal tentang dakwah. Yang selanjutnya hal ini termasuk sebagai ilmu dakwah. Tetapi sebelum kita lebih dalam lagi membahas ilmu dakwah, alangkah baiknya kita mempelajari dulu sejarahnya. Untuk itu dalam makalah ini kita akan membahas sejarah perkembangan ilmu dakwah yang didalamnya mencakup tiga materi, yaitu : ilmu balaghah sebagai embrio ilmu dakwah, wacana dinamika dakwah, dan perkembangan dakwah sebagai ilmu.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan ilmu balaghah sebagai embrio ilmu dakwah?
2.      Apa saja wacana dinamika dakwah?
3.      Bagaimana perkembangan dakwah sebagai ilmu?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui yang dimaksud dengan ilmu balaghah sebagai embrio ilmu dakwah.
2.      Mengetahui wacana ilmu dakwah.
3.      Mengetahui perkembangan dakwah sebagai ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ilmu Balaghah Sebagai Embrio Ilmu Dakwah
Ilmu Balaghah merupakan ilmu yang berkaitan dengan ucapan dan kata-kata, seperti halnya retorika yang telah diperkenalkan pertama kali oleh penduduk yunani. Pada masa itu  retorika digunakan oleh para orator ataupun para pendakwah untuk menyampaikan pesannya kepada jamaah agar lebih mengena dan berkesan. Bahkan Aristoteles sebagai tokoh filsuf  yunani berhasil menerbitkan bukunya tentang retorika ini, ia memberi judul bukunya De Arthe Rhetorica. Buku Aristoteles inilah yang paling terkenal dan berhasil mendorong para ulama muslim untuk mempelajarinya. Hasil karya ulama muslim ini kemudian melahirkan ilmu balaghah yang diterapkan dalam penyampaian ajaran islam dan mengupas bahasa dan kata dalam Al Qur’an.
Ilmu balaghah dikembangkan oleh ulama kontemporer (al-muta-akhkhirin), dan ilmu ini lebih dikenal dibandingkan ilmu bayan yang dikembangkan oleh ulama terdahulu (al-mutataqadimin). Kata balaghah berarti sampai. Kata ini sering digunakan Al Qur’an terkait dengan dakwah. Dengan demikian, ilmu balaghah adalah ilmu tentang tabligh, yakni bagaimana pendakwah (mubaligh) menyampaikan ajaran islam yang mudah dipahami oleh mitra dakwah.[1]
Dalam ilmu balaghah terdapat tiga disiplin ilmu, yaitu ilmu al  ma’ani, ilmu al bayan, dan ilmu al badi’.  Ilmu ma’ani memiliki pengertian ilmu yang mengajarkan penyampaian pesan yang mudah dipahami. Objek ilmu al ma’ani adalah arah pembicaraan yang sesuai dengan keadaan. Ilmu ini dapat digunakan untuk mengetahui mu’jizat al Qur’an dan mengetahui rahasia ungkapan dari maknanya. Penysusn ilmu ini adalah Syekh ‘Abd Al Qohir Al Jurjani melalui dua karyanya asror al balaghah dan dalail al ijaz. Sedangkan ilmu bayan merupakan ilmu yang menawarkan varian metode untuk menguraikan kalimat pokok dengan kalimat penjelas yang relevan. Kalau pendakwah menulis satu  paragraf dengan benar ia telah menerapkan ilmu al bayan dengan benar. Dengan menguasai ilmu ini para pendakwah dapat menguraikan satu hadist dengan durasi yang lama dengan ceramah yang terfokus dan berbobot. Penyusun  ilmu al bayan ini adalah Abu Ubaidah dengan karyanya Majaz al Qur’an.
Dalam ilmu balaghah pemahaman dan penjelasan saja tidak cukup. Tetapi perlu keindahan kalimat, untuk itu kita perlu mempelajari ilmu al Badi’. Ilmu ini menawarkan beberapa metode untuk membuat keindahan kalimat, ungkapan, maupun pernyataan dari sudut kata-kata dan maknanya. Peletak dasar ilmu al Badi’ ini adalah Abdullah Bin Al Mu’taz al Abbasi. Ia dikagumi oleh sekertaris Qudomah Bin Ja’far yang kemudian ikut mengembangkan ilmu al badi’ ini.
Dari ketiga cabang ilmu balaghah tersebut, ilmu balaghah lebih dari sekedar ilmu komunikasi dan retorika, tetapi juga sebagai kajian sastra bahasa. Selama itu, kajian ilmu balaghah sebagai sastra bahasa lebih berkembang dari kajian ilmu komunikasi. Itupun selalu berkutat pada syair dan ungkapan bahasa arab, terutama peneliti keindahan bahasa ayat-ayat al Qur’an. Padahal, teori-teori yang dikembangkan dalam ilmu balaghah tidak jauh berbeda dengan teori-teori ilmu komunikasi, terutama retorika. Teori-teori ilmu balaghah, juga bisa digunakan untuk pernyataan yang tidak bahasa arab. Para ulama yang mempelajari ilmu balaghah tidak hanya mengetahui keindahan sastra dalam Al Qur’an, namun juga dapat menjadi pendakwah yang mengesankan. Oleh karena itu, ilmu balaghah dapat dinyatakan sebagai embrio dari ilmu dakwah.[2]

B.        Dinamika Wacana Dakwah
Dalam studi islam, ilmu balaghah tidak dilihat sebagai pemikiran dakwah, tetapi bagian dari ilmu sastra (‘ilm al-adab). Klasifikasi ini berlangsung lama serta belum ada upaya membedakan antara dakwah dan ilmu dakwah. Para ulama tidak melihat praktik dakwah sebagai fakta sosial, tetapi sebagai etika sosial. Akibatnya, ketika berbicara dakwah, mereka melupakan ilmu-ilmu bantu untuk mengembangkan pemikiran dakwah. Ilmu balaghah adalah salah satu ilmu bantu yang  telah terlupakan oleh para sarjana ilmu dakwah.
Dakwah telah lama menjadi perbincangan pokok manusia dalam setiap generasi. Ada dua hal yang menjadi alasan dakwah sebagai wacana lama yang tidak pernah berhenti sepanjang masa. Alasan pertama adalah dakwah melahirkan manusia yang mengubah situasi menjadi lebih baik. Ini dapat dijelaskan dengan teori manusia besar (big man theory). Ada tiga asumsi dari teori ini :Hanya manusia besar yang mengubah sejarah (determinisme heroik): sejaralah yang memunculkan manusia besar(determinisme sosial); kapabilitas manusia dengan dukungan massa yang dapat mengubah sejarah (evolusioner-adaptif). Asumsi terakhir ini yang relevan dengan munculnya pendakwah yang muncul pada situasi yang tepat. Masyarakat memperbincangkan pendakwah sebagai ‘individu luar biasa’ yang memiliki beberapa keahlian. Sejarah telah banyak mencatat pemikiran pendakwah, kepahlawananya, pengaruhnya, serta kesetiaan pengikutnya , literature tentang pendakwah yang banyak beredar dapat berupa manaqib (riwayat hidup tokoh),biografi, dan tarikh(sejarah).
Alasan kedua adalah dakwah merupakan perintah Allah SWT  yang termaktub dalam kitab-kitab agama samawi. Dengan perintah ini,umat beragama berlomba-lomba mengajak orang lain untuk mengikuti agamanya. Hal ini menjadi sumber interaksi antara umat beragama: antara perdamaian dan ketegangan. Dari hukum muncul persolan dakwah yang kerap diperbincangkan. Buku-buku dakwah yang ditulis para pemuka agama umumnya membahas masalah ini dengan pendekatan normatif-teologis.[3]

C.      Perkembangan Dakwah Sebagai Ilmu
Seperti yang disampaikan oleh Drs. Wahidin Saputra dalam bukunya, dakwah islam dan ilmu dakwah (Islam) jelas memiliki perbedaan yang sangat jauh. Jelas sekali bahwa dakwah merupakan hal yang memang ada sejak adanya misi kenabian. Oleh karena itu, dakwah merupakan aktivitas yang telah menyatu dengan sejarah. Hal ini berbeda dengan ilmu dakwah, Walaupun dakwah sudah inheren dengan gerak islam sejak awalnya, namun tidak serta merta memunculkan ilmu dakwah. Bahkan untuk ukuran sekarang ini, 15 abad dari kehidupan Nabi Muhammad SAW. Ilmu dakwah masih menjadi ilmu yang relatif  baru, sehingga masih mendatangkan banyak pertanyaan tentang eksistensi ilmu dakwah itu sendiri. Satu hal yang jelas bahwa sejarah perkembangan ilmu dakwah tidak dapat dilepaskan dari sejarah dakwah itu sendiri.[4] Dengan demikian dakwahlah yang menjadi sebab adanya dari ilmu dakwah.

   Secara garis besar perkembangan ilmu dakwah telah dibagi menjadi tiga tahap, hal ini tertuang dibuku Dr. Moh. Aziz M.Ag, sebagai berikut :
1.    Tahap Konvensional
Pada tahap ini dakwah masih merupakan kegiatan kemanusiaan berupa seruan atau ajakan untuk manganut dan mengamalkan ajaran islam yang dilakukan secara konvensional, artinya dalam pelaksanaan secara operasional belum mendasar pada metode – metode ilmiah, akan tetapi berdasarkan pengalaman orang perorangan. Oleh karena itu, tahapan ini juga disebut dengan tahapan tradisional, Di samping itu, fenomena – fenomena yang ada dalam tahapan ini belum tersusun secara sistematis sebagai bibit menuju ilmu pengetahuan tentang dakwah.
2.    Tahap Sistematis
Tahap ini merupakan tahap pertengahan antara tahap konvensional dan tahap berikutnya yaitu tahap ilmiah. Pada tahap ini dakwah yang berada dalam tahap konvensional diatas sudah dibicarakan secara khusus oleh beberapa kalangan sehingga muncul beberapa literatur yang membahas dakwah. Di samping itu, pada tahap ini juga ditandai dengan adanya perhatian masyarakat yang lebih luas terhadap dakwah islam sehingga memunculkan seminar, diskusi sarasehan, dan pertemuan – pertemuan ilmiah lainnya, yang secara khusus membicarakan masalah yang berkenaan dengan dakwah. Tahap ini merupakan tahap yang sangat menentukan dalam tahap atau pengembangan selanjutnya, sebab tahap – tahap gejala ilmu dakwah mulai kelihatan.
3.                                                                               3. Tahap Ilmiah
Pada tahap ini dakwah telah berhasil tersusun sebagai ilmu pengetahuan setelah melalui tahap sebelumnya dan memenuhi syarat – syarat yang objektif, metodik, sistematik. Hal ini berkat peran para ulama’, tokoh muslim yang telah banyak berupaya menyusun dan mengembangkannya dengan jalan mengadakan pembahasan dan penelitian kepustakaan maupun secara lapangan (field research) tentang fenomena - fenomena  dakwah yang dianalisa lebih jauh dan telah melahirkan beberapa teori dakwah. Walaupun demikian, tidak berarti ilmu ini lepas dari keraguan tentang eksistensi keilmuannya. Sebagai ilmu pengetahuan yang masih muda usianya, masih ada beberapa orang yang enggan mengakui ilmu dakwah sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Hal ini bukan saja dialami oleh ilmu dakwah saja tetapi ilmu pengetahuan yang masih muda juga mengalami proses yang sama.[5]
Pada saat ini, ilmu dakwah mengalami progres perkembangan yang positif, sehingga semakin hari semakin konsisten, sehingga semakin waktu mendapatkan sambutan dan pengakuan dari masyarakat mengenai eksistensinya. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya seminar dakwah,  terbit buku – buku yang membahas seputar ilmu dakwah. Khusus di indonesia, pengakuan ilmu dakwah ini pertama kali dapat dilihat dengan dibukanya jurusan dakwah pada fakultas yang ada di IAIN dan ditambah dengan adanya program pascasarjana baik S2 maupun S3. Apalagi hal ini diperkuat dengan hasil diskusi pembidangan ilmu agama islam yang dilakukan oleh proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Jakarta setelah mendapatkan dari LIPI bahwa dakwah islamiah telah memiliki disiplin ilmu dakwah, bimbingan islam, psikologi islam, dan manajemen islam.  










BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Sejarah perkembangan ilmu dakwah tidak dapat terlepas dari dakwah itu sendiri. Dalam ilmu dakwah yang berisikan mengenai metode penyampainan dakwah tidak terlahir begitu saja, melainkan melalui proses yang panjang dalam perkembangannya menjadi bagian dari ilmu. Mulai dari tahap konservatif yang dakwah hanya berupa ajakan, lalu tahap sistematik yang mulai adanya seminar dan pembahasan mengenai permasalahan dalam dakwah, sampai tahap ilmiah yang dimana ilmu dakwah sudah memenuhi syarat – syarat yang objektif, metodik, sistematik, dan dibuktikan dengan banyaknya buku ilmu dakwah hingga masuk sebagai ilmu pengetahuan yang mandiri. Dalam mempelajari ilmu dakwah, kita harus mempelajari ilmu balaghah sebagai embrio ilmu dakwah. Agar dalam pratik dakwahnya nanti dapat berjalan dengan akurat dan progresif.  Selain itu, Ada dua hal  yang menjadi alasan dakwah sebagai wacana  lama yang tidak pernah berhenti sepanjang masa. Alasan pertama adalah dakwah  melahirkan manusia yang mengubah situasi menjadi lebih baik. Dan alasan kedua adalah dakwah merupakan perintah Allah SWT  yang termaktub dalam kitab-kitab agama samawi 












DAFTAR PUSTAKA

Moh Ali Aziz. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2017.
Wahidin Saputra. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012.
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah. Jakarta: Prenada Media,  2004.




[1] Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: KENCANA, 2017),64.
[2] Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah,67.
[3] Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah, 67-68.
[4] Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2012), 153.
[5] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), 216-217.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Islamic Studies Pendekatan dari Teori Pemikiran dalam Metodologi Studi Islam" karya DR. Limas Dodi S.Th.I,M.Hum

ANJURAN MEMPERMUDAH URUSAN ORANG LAIN DALAM QS. AN NISA’ AYAT 162 & QS. AL MAIDAH 44-48 (Tafsir Al Azhar, Tafsir Jalalain, Tafsir Al Misbah)